Selasa, 01 Maret 2016

Sinopsis Novel Tahun 20 - 30 an Part I

Sinopsis Novel Azab Dan Sengsara

Penulis                         : Merari Siregar
Penerbit                       : Balai Pustaka
Tahun Pertama Terbit  : 1920
Tema                            : Kehidupan percintaan seorang gadis yang pernikahannya tidak membawa  pada hidup yang bahagia tetapi justru pada kesengsaraan. 




 Sinopsis


Tokoh sentral dalam kisah cinta ini bernama Mariamin dan Aminu’ddin. Keduanya berkerabat dekat tetapi berbeda nasib. Aminu’ddin merupakan anak kepala kampong, seorang bangsawan yang kaya raya dan disegani banyak orang. Sementara itu Mariamin tumbuh di lingkungan keluarga yang miskin. Sejak kecil keduanya sudah berkenalan dan bermain bersama. Beranjak dewasa, Aminu’ddin dan Mariamin merasakan getaran cinta yang kuat. Aminu’ddin berjanji akan menikahi Mariamin. Niatnya ini diutarakan pada ibu dan ayahnya, Baginda Diatas. Sang ibu setuju sebab ia menganggap Mariamin masih keluarganya dan dengan menikahkannya dengan Aminu’ddin, ia bisa menolong kemiskinan gadis itu. Namun, pendapat berbeda datang dari ayah Aminu’ddin yakni Baginda Diatas. Ia diam-diam tidak menyetujui rencana Aminu’ddin sebab ia beranggapan pernikahan tersebut tidak pantas dan akan menurunkan derajat bangsawannya.

Untuk mewujudkan niatnya, akhirnya Aminu’ddin berangkat ke Medan untuk mencari kerja. Saat di Medan, ia masih rajin berkirim kabar dengan Mariamin. Sampai suatu waktu, ia akhirnya mengirim berita ke kampung bahwa ia sudah siap untuk berumahtangga dengan wanita pujaannya tersebut. Sayangnya, Baginda Diatas, ayah Aminu’ddin tidak setuju. Ia menyusun rencana agar isterinya tidak menyetujui keinginan Aminu’ddin. Caranya, ia membawa isterinya ke dukun sewaan dan pura-pura meramal jodoh terbaik untuk Aminu’ddin, anaknya. Sang dukun berkata bahwa jodoh Aminu’ddin bukanlah Mariamin melaikan seorang gadis bangsawan di desa mereka. Ibu Aminu’ddin pun percaya dan setuju berangkat ke Medan dengan membawa gadis bangsawan yang hendak dinikahkan dengan Aminu’ddin.

Saat mereka tiba di Medan, Aminu’ddin kaget sebab keputusan orangtuanya menjodohkan dengan gadis tersebut memukul jiwanya. Tapi ia tak bisa menolak sebab saat itu ia terikat adat busaya yang harus selalu patuh pada keputusan orang tua. Akhirnya Aminu’ddin mengirim surat kepada Mariamin sambil memohon maaf karena ia terpaksa menikahi gadis lain meskipun tanpa cinta. Mendengar kabar terebut, Mariamin sangat sedih. Ia bahkan sempat sakit. Setahun berselang, ibu mariamin akhirnya menerima pinangan seorang laki-laki bernama Kasibun. Ia berharap pernikahan tersebut akan mengobati luka Mariamin. Akan tetapi apa yang diniatkan ibu Mariamin tidak terjadi. Pernikahan tersebut malah menambah penderitaan lain bagi Mariamin. Sebab, ternyata Kasibun memiliki isteri yang diceraikannya dengan alasan ingin menikahi Mariamin.

Selanjutnya, Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Mereka mengalami hubungan suami siteri yang compang sebab Mariamin tidak ingin melakukan hubungan intim dengan suaminya. Alasannya, ternyata Karibun memiliki penyakit kelamin yang bisa menular. Mendapat penolakan tersebut, Karibun kalap dan sering menyiksa isterinya, Mariamin. Penderitaannya semakin bertambah sejak Aminu’ddin bertamu ke rumahnya suatu waktu. Melihat reaksi Mariamin yang tak biasa, Karibun pun membaca sesuatu yang lain dan kemudian cemburu. Semakin hari ia semakin sering menyiksa isterinya.

Pada akhirnya Mariamin tak sanggup lagi dan akhirnya melaporkan suaminya, Karibun, ke polisi. Akhirnya Karibun ditetapkan bersalah dan diwajibkan membayar denda serta melepaskan Mariamin tak lagi jadi isterinya. Mariamin akhirnya kembali ke desanya dan hidup menderita di sana. Ia sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia dalam derita. 






Muda Teruna



Pengarang  : Muhammad Kasim (1886)
Penerbit     : Balai Pustaka      
Tahun        : 1922


Sinopsis


Marah Kamir adalah seorang saudagar kaya. Ia disuruh ayahnya mengantarkan emas pesanan orang di Natal. Dalam perjalanan,  ia bertemu dengan orang yang berniat jahat mengambil emas yang dibawanya. Namun, berkat kecerdikannya, pencuri itu dapat dikelabui. Kemudian, Marah Kamil juga bertemu dengan dua orang penipu yang mencoba membohonginya. Kedua penipu itu juga tak berhasil mengakali Marah Kamil. Akhirnya, Marah Kamil dapat kembali menemui orang tuanya dengan uang hasil penjualan emasnya yang masih utuh.


Sebagai layaknya anak muda, Marah Kamil juga jatuh hati kepada lawan jenisnya. Hatinya tertambat pada gadis cantik bernama Anni, yang tinggal di kampung M. Ia lalu berusaha menarik perhatian Anni sesuai dengan adat yang berlaku di daerahnya. Ternyata, cinta kasih itu bertepuk sebelah tangan. Dua muda-mudi itu saling jatuh cinta.


Dalam suatu kesempatan, Marah Kamil membantu Abdurrahman, sahabatnya, yang berniat melarikan seorang gadis. Menurut adat Mandailing, ada tiga cara yang biasa dipakai untuk menjemput anak gadis. Pertama, dengan upacara kebesaran yang biasa dilaksanakan oleh bangsawan dan hartawan. Cara ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan pesta yang meriah. Kedua, dengan cara sederhana, namun tetap membutuhkan biaya meskipun pestanya sederhana. Ketiga , cara cara ini sesuai dengan keadaan Abdurahman, cara hulubalang; yakni melarikan gadis (hlm.390. namun, cara ini meskipun biayanya enteng, juga tak mudah; karena para pemuda kampung tempat tinggal sang gadis, sesuai dengan alat Mandailing , ingin menunjukkan rasa sayang kepada sang gadis dengan jalan menjaga sang gadis agar tidak mudah dilarikan oleh pemuda lain. Berkat kecerdikan Marah Kamil dan kerja sama para pemuda kampungan,Abdurrahma dapat memboyong gadis pujaannya.


Berbeda dengan Abdurrahman, Marah Kamil tak dapat mempersunting Anni karena kedua orang tua Marah Kamil tak menyetujui hubungannya dengan gadis itu.didorong oleh rasa patah hatinya, ia memutuskan pergi merantau.


Di perantauan, ia bekerja pada seorang tuan pedagang emas. Ia diberi tugas sebagai juru tulis dan mandor kuli. Pada suatu perjalanan mencari emas, ia terpisah dari rombongannya. Ia tersesat di hutan belantara selama berhari-hari. Di hutan ia nyaris menjadi bangsa beruang yang kelaparan. Lalu, sesampainya di kampung pinggiran hutan, ia disangka pelarian tahanan. Ternyata, tanpa diduga, kampung itu adalah kampungnya sendiri, tempat tinggal orang tuanya. Selamatlah Marah Kamil.


Setelah bertemu dengan kedua orang tuanya, ia dinasehati ayahnya tentang bagaimana hidup itu berlaku. Setelah tinggal beberapa hari, Marah Kamil bermaksud mengembara lagi. Akan tetapi, kali ini ayahnya tak berkeberatan karena beliau menganggap karena beliau menganggap pengembaraan menambah pengalaman dan kematangan jiwanya. Ayahnya berpesan agar ia selalu berkelakuan baik.


Dalam perjalanan, Marah Kamil berkenalan dengan Duakip. Ia menyaksikan Duakip yang selalu ditipu orang karena kebodohannya. Kemudian, ia juga bertemu dengan mantan majikannya ketika ia dulu bekerja sebagai juru tulis. Mantan majikannya itu memberikan gaji Marah Kamil yang belum diterimanya waktu lalu ketika ia tersesat di hutan belantara.


Di Bangkahulu, Marah Kamil menemukan sejumlah uang. Namun, uang itu dikembalikannya kepada Zainul, si empunya. Setelah itu, mereka bersahabat karib, bahkan Zainul mengajak Marah Kamil berdagang barang kelontong bersama-sama. Berjualanlah mereka dari kampung satu ke kampung lain menjajakan dagangannya. Namun, Marah Kamil tak tahan dengan usaha itu. Ia berhenti berdagang. Kemudian ia melanjutkan pengembaraannya. Sampailah ia di Pasemah  dan berkenalan dengan seorang lelaki tua dengan memuji-muji Belanda yang panjang akal. Dari Pasemah ia melanjutkan ke Jambi, ia ingin berniaga di tempat itu.


Ketika menuju Jambi, perahunya karam karena diserang perampok. Marah Kamil dibawa dan kemudian diangkat anak oleh salah seorang perampok itu. Akan tetapi, Marah Kamil belum mengetahui bahwa sebenarnya orang tua angkatnya adalah perampok yang mendiami sebuah pulau. Marah Kamil tinggal berbulan-bulan di pulau itu dan diajari berbagai kepandaian yang dimiliki bangsa perampok itu.


Suat hari, Marah Kamil menguntit ayah angkatnya pergi kesuatu gua yang dipakai tempat penyimpanan barang-barang hasil perampokan. Pada saat itu syak wasangka terhadap orang tua angkatnya terbukti, ternyata ayah angkatnya bukan orang baik-baik. Ketika Marah Kamil mengintai, salah seorang perampok itu memergokinya. Perkelahianpun tak dapat dihindarkan. Marah Kamil dikejar perampok sampai ke tengah laut. Ia hampir putus asa ketika dua orang Belanda datang menolongnya. Selamatlah ia. Marah kamil sangat berterima kasih kepada orang Belanda itu, yang ternyata adalah mantan majikannya ketika ia menjadi juru tulis.


Marah Kamil kemudian ikut dengan tuan itu ke Singapura. “Sesampainya di Singapura Marah Kamil tiada pulang melainkan ia pergi ke Kelang mendapatkan bapak mudanya.”






Siti Nurbaya 







Pengarang       : Marah Rusli
Penerbit          : Balai Pustaka  
Tempat Terbit : Jakarta

Tebal               : 271 halaman


Pelaku             : Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda Sulaiman, dan Sultan Mahmud. 




Sinopsis


Seorang penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmudsyah dengan isterinya, Siti Mariam yang berasal dari orang kebanyakan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki yang bernama Syamsul Bahri. Rumah Sutan Mahmudsyah dekat dengan rumah seorang saudagar bernama Baginda Sulaeman. Baginda Sulaeman yang mempunyai seorang anak perempuan tunggal bernama Siti Nurbaya. Mereka itu sangat karib sehingga seperti kakak dengan adik saja.


Pada suatu hari setelah pulang dari sekolah, Syamsul Bahri mengajak Siti Nurbaya ke gunung Padang bersama-sama dua orang temannya, yakni Zainularifin, anak seorang jaksa kepala di Padang yang bernama Zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Sedang Bahtiar melanjutkan ke Sekolah Opzicther (KWS) di Jakarta pula. Syamsul Bahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter tersebut. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke Gunung Padang. Di Gunung Padang itulah Syamsul Bahri menyatakan cintanya kepada Siti Nurbaya dan mendapat balasan. Sejak itulah mereka itu mengadakan perjanjian akan sehidup semati.


Pada suatu hari yang telah ditentukan, berangkatlah Syamsul Bahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Sekolahnya menjadi satu dengan Zainularifin.


Di Padang ada seorang orang kaya bernama Datuk Maringgih. Ia selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatnya dengan cara tidak halal. Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah Pendekar Tiga, Pendekar empat, dan Pendekar Lima.


Melihat kekayaan Baginda Sulaeman Datuk Maringgih merasa tidak senang, maka semua kekayaan Baginda Sulaeman diputuskan akan dilenyapkan. Dengan perantara kaki tangannya itu, dibakarlah tiga buah toko Baginda Sulaeman, perahu-perahunya yang penuh berisi muatan ditenggelamkannya.


Untuk memperbaiki perdagangannya itu, Baginda Sulaeman meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebanyak sepuluh ribu rupiah, karena untuk mengembalikan uang pinjaman itu ia masih mempunyai pengharapan atas hasil kebun kelapanya. Tetapi alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya itu oleh para kaki tangan Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang berbuah sedikitpun. Disamping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih semua langganan yang telah berhutang kepada Baginda Sulaeman mengingkari hutangnya. Dengan demikian, tiba-tiba Baginda Sulaeman menjadi orang yang sangat melarat, sehingga ia tidak dapat membayar hutangnya yang sepuluh ribu rupiah itu. Barang-barangnya masih ada hanya kira-kira seharga tujuh ribu rupiah.Karena Baginda Sulaeman tak dapat membayar utangnya, maka Datuk Maringgih bermaksud hendak menyita barang-barang milik Baginda Sulaeman, kecuali jika Siti Nurbaya diserahkan kepadanya sebagai istrinya. Mula-mula Siti Nurbaya tidak sudi tetapi ketika melihat ayahnya digiring hendak dimasukkan penjara, maka secara terpaksalah ia mau menjadi istri Datuk Maringgih walaupun sebenarnya hatinya sangat benci padanya. Selanjutnya kejadian yang menimpa diri ayah dan dirinya sendiri itu segera diberitahukan oleh Siti Nurbaya kepada Syamsul Bahri di Jakarta.


Setelah setahun di Jakarta, menjelang bulan puasa, pulanglah Syamsul Bahri ke Padang. Setelah menjumpai orang tuanya semuanya sehat walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman, setelah ia mendengar dari Ibunya bahwa Baginda Sulaeman sakit. Sesampainya ke tempat yang dituju, dijumpainya Baginda Sulaeman sedang terbaring karena sakit. Tak lama setelah kedatangan Syamsul Bahri itu, datanglah Siti Nurbaya karena ayahnya mengharapkan kedatangan. Maka berjumpalah Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya. Beberapa hari kemudian, bertemu pula Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya, pertemuan itu terjadi pada malam hari. Kedua asyik masyuk itu tidak mengetahui bahwa gerak-gerik mereka itu sedang diikuti oleh Datuk Maringgih beserta kaki tangannya. Karena tak tahan mereka itu menahan rindunya maka merekapun berciuman. Pada waktu itulah Datuk Maringgih mendapatkan mereka dan terjadilah percekcokan, karena mendengar kata-kata yang pedas dari Syamsul Bahri, maka Datuk Maringgih memukulkan tongkatnya sekeras-kerasnya kepada Syamsul Bahri. Tetapi karena Syamsul Bahri menghindarkan dirinya diambil menyeret Siti Nurbaya, maka pukulan datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya. Akibatnya tersungkurlah Datuk Maringgih. Dengan segera Syamsul Bahri menendangnya, dan karena kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka pada saat itu juga keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan bersenjatakan sebilah keris.


Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah Siti Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda Sulaeman yang sedang sakit itu, karena disangkanya Siti Nurbaya mendapat kecelakaan maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu. Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di Gunung Padang.


Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Syamsul Bahri, menghindarlah Syamsul Bahri ke samping. Dan pada saat itu juga ia berhasil menyepak tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada di tangannya terlepas. Sementara itu datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Siti Nurbaya tadi. Melihat mereka datang, larilah Pendekar Lima menyelinap ke tempat yang gelap.


Di para tetangga yang datang itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar penjelasan Datuk Maringgih tentang soal anaknya itu, maka Syamsul Bahri oleh Sutan Mahmud Syah tanpa dipikirkan masak-masak lebih dulu lagi. Pada malam hari itu juga secara diam-diam pergilah Syamsul Bahri ke Teluk Bayur untuk naik kapal pergi ke Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Siti Mariam mencari anaknya. Setelah gagal mencarinya di sana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Siti Maryam ke rumah saudaranya di Padangpanjang. Di sana karena rasa kepedihannya itu, ia menjadi sakit-sakit saja.


Sejak kematian ayahnya, Siti Nurbaya menujukan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusir Datuk Maringgih dan tak mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya. Ia berusaha hendak membunuh Siti Nurbaya.


Setelah peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu Siti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang bernama Alimah. Di rumah itulah Siti Nurbaya mendapat petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Siti Nurbaya dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul dengan Syamsul Bahri. Penunjuk dan nasihat Alimah sepenuhnya diterima oleh Siti Nurbaya dan diputuskannya, akan pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut Sultan Mahmud Syah sejak pengusiaran diri atas Syamsul Bahri tersebut. Kepada Syamsul Bahri pun ia memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Siti Nurbaya, karena percakapannya dengan Alimah tersebut dapat didengar oleh kaki tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.


Pada hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Siti Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta. Mereka mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Siti Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi sekat Kapten kapal maka berkatalah Pendekar Lima kepada Pendekar Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Siti Nurbaya ke Jakarta, sedang Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk Maringgih. Setelah itu Pendekar Lima pun naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi pula.


Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut akibat ombak yang sangat besar, pergilah Pendekar Lima mencari tempat Siti Nurbaya. Setelah ia mendapati Siti Nurbaya, iapun segera menyeret Siti Nurbaya hendak membuangnya ke laut. Melihat kejadian itu Pak Ali membelanya, tetapi iapun mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu melawannya karena Pendekar Lima jauh lebih kuat daripadanya. Siti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya sampai ia jatuh pingsan. Teriaknya itu terdengar oleh orang-orang yang ada dalam kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut ketehuan akan perbuatannya itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya. Siti Nurbaya akhirnya diangkut orang ke suatu kamar untuk dirawatnya.


Akhirnya kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Bahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Syamsul Bahri ke kapal dan mencari Siti Nurbaya. Alangkah terkejutnya tatkala ia mendengar dari Kapten kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yang terjadi atas diri Siti Nurbaya itu. Dengan diantar Kapten kapal dan Pak Ali, pergilah Syamsul Bahri ke kamar Siti Nurbaya dirawat. Disitu dijumpainya Siti Nurbaya yang masih dalam keadaan payah.


Pada saat itu tiba-tiba datanglah polisi mencari Siti Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kapten kapal dan Syamsul Bahri, diberitahukan kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Siti Nurbaya itu ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang wanita bernama Siti Nurbaya telah melarikan diri dengan membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu di tahan dan dikirim kembali ke Padang. Mendengar itu mengertilah Syamsul Bahri bahwa hal itu tidak lain akal busuk Datuk Maringgih belaka. Ia pun minta kepada Polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Siti Nurbaya, mengingat akan kesehatannya yang menghawatirakan itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar kekasihnya itu dirawat dulu di Jakarta sampai sembuh sebelun kembali ke Padang. Permintaan Syamsul Bahri itu dikabulkan setelah Dokter yang memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan atas diri Siti Nurbaya. Setelah Siti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya. Kabar itu diterima oleh Siri Nurbayadengan senang hati. Ia bermaksud kembali ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang di dakwakan atas dirinya. Setelah permintaan Syamsul Bahri kepada yang berwajib agar perkara kekasihnya itu diperiksa di Jakarta saja tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan, berangkatlah Siti Nurbaya ke Padang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam pemeriksaan di Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya tidak terbukti melakukan kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah Siti Nurbaya di bebaskan dan disana ia tinggal di rumah Alimah


Pada suatu hari walaupun tidak disetujui Alimah, Siti Nurbaya membeli kue yang dijajakan oleh Pendekar Empat, kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Siti Nurbaya itu telah diisi racun. Setelah penjaja kue itu pergi, Siti Nurbaya makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu terasa oleh Siti Nurbaya kepalanya pening. Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal secara mendadak itu, terkejutlah ibu Syamsul Bahri, yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Kedua jenajah itu dikebumikan di Gunung Padang disamping makam Baginda Sulaeman.


Kabar kematian Siti Mariam dan Siti Nurbaya itu juga dikawatkan kepada Syamsul Bahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat menyedihkan itu, Syamsul Bahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu dilakukannya ia menulis surat kepada guru dan kawan-kawannya, demikian pula kepada ayahnya di Padang, untuk minta dari berpisah untuk selama-lamanya. Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu dirahasiakan oleh Syamsul Bahri sehingga Zainularifin pun tidak mengetehuinya. Sesampainya ke kantor pos Syamsul Bahri minta berpisah dengan Zainularifin sengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi dengan tak setahu Syamsul Bahri, ia menikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena mulai curiga akan maksud sahabatnya itu.


Pada suatu tempat di kegelapan, Syamsul Bahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkan ke kepalanya. Melihat itu Zainularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zainularifin itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai sasarannya. Akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa Di Jakarta yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu sampai di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud dan Datuk Maringgih.


Karena perawatan yang baik, sembuhlah Syamsul Bahri, ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan setelah itu Syamsul Bahri berhenti sekolah. Karena ia menginginkan mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia dikirim kemana-mana antara lain ke Aceh untuk memadamkan kerusakan-kerusakan yang terjadi di sana. Karena keberaniannya, makan dalam waktu sepuluh tahun saja pangkat Syamsul Bahri dinaikan menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas.


Pada suatu hari Letnan Mas bersama kawannya bernama Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakkan mengenai masalah balasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan kekasihnya di Gunung Padang.


Dalam pertempuran dengan pemberontak itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin pemberontak itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal Datuk Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, dan yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang, maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Syamsul Bahri masih hidup dan sekarang berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya pula kepadanya, bahwa Syamsul Bahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah, bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung Padang diantara makam Siti Nurbaya dan Siti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan Mas meninggal.


Setelah hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni Letnan Mas alias Syamsul Bahri. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, dinamakanlah jenazah Letnan Mas atau Syamsul Bahri itu diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang dimintanya.


Sepeninggal Syamsul Bahri, karena sesal dan sedihnya maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah beberapa hari kemudian. Jenazahnya dikebumikan didekat makam isterinya, yakni Siti Maryam. Dengan demikian di kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan berderet, yakni makam Baginda Sulaeman, Siti Nurbaya, Syamsul Bahri, Siti Maryam dan Sutan Mahmud Syah.


Beberapa bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan Baktiar telah lulus dalam ujiannya sehingga masing-masing telah menjadi dokter san opzichter.





APA DAYAKU KARENA AKU SEORANG  PEREMPUAN



Oleh   : Sutan Nur Iskandar





Aku mau bersekolah karena Mamaknya orang yang berkuasa. Mamak lebih berkuasa daripada Bapak. Adat kebiasaan di kampung, kemenakan lebih dahulu ditawarkan oleh Mamaknya sebelum di berikan orang lain. Mamak meninggal, hilang sudah tempat pergantunganku. Tunangannya datang ke rumah. Ia ingin pergi ke Jakarta karena tidak nyaman tinggal di kampung. Ia adalah pengganti Ibu yang sudah meninggal. Ia berjanji jika sudah setahun ia akan kembali ke kampung. Aku risau, karena sebagian besar anak laki-laki yang sekolah di Jakarta tidak mau pulang ke kampung halaman. Teman-teman banyak yang datang mengadu kepadaku akibat menikah muda. Aku tidak boleh membantah, karena ini adalah kehendak orang tua.


Sebagian besar suami tidak bertanggung jawab atas masalah kawin paksa. Mereka menganggap perempuan seperti benda yang tidak bernyawa. Semua keluarga pasti malu kalau anak gadisnya tidak cepat-cepat menikah, tetapi menikah di bawah umur mendatangkan banyak masalah. Ani adalah perempuan yang berterus terang. Harta yang ia punya adalah milik Mamaknya dan hasil usaha Bapaknya. Seorang ayah bersifat otokratik terhadap anak perempuannya, bila ia menyekolahkan anaknya dan terlibat dengan cinta.


Ani terpaksa menulis surat surat untuk kekasihnya supaya menjemputnya segera, walaupun ia tahu kehidupan kekasihnya belum mapan. Saat kekasihnya menerima surat, permintaannya belum dapat dikabulkan. Kekasihnya ingin ia menikah ketika umurnya sudah cukup.


Bapak Ani meminta kekasih Ani untuk megirim ulang surat dan perhelatan akan segera berlangsung. Kalau tidak mengirim surat putus, ia harus mengirim surat talak untuk isterinya. Keluarga harus menutup malu jika anak perempuannya tidak cepat-cepat berkeluarga. Menikah sebelum berpencarian akan menimbulkan masalah besar dalam keluarga. Pandangan generasi tua selalu berkaitan dengan Agama Islam, menikah di usia tua seperti meniru orang Belanda. Ayah merasa menyesal karena Mamak menyekolahkan Ani karena akhirnya Ani tidak menurut dengan orang tua. Sesuatu yang baru sulit dirubah walaupun ada kebenarannya.


Mamak Datok Hitam mempunyai pikiran yang sama dengan Ani. Setelah terima surat dari kekasihnya, Mamak Datok Hitam akan pulang ke kampung dan menjelaskan yang sebenarnya. Amak Datok Hitam bukanlah Mamak kandung, ia selalu di dengar dan di hormati masyarakat kampung.


Peranan Mamak Datok Hitam adalah memberika budi pekerti yang lembut, serta memberikan jasa, pendidikan, dan pertanian kepada kampung. Pikiran Mamak Datok Hitam selalu berkaitan dengan pernikahan usia muda. Ia selalu diterima dengan 2 cara, dengan setuju, dan disindir secara halus yang masih kebiasaan rdilakukan oleh masyarakat kampung.


Durkana menangguhkan perkawinan karena ingin menguatkan diri dengan senjata hidup dan Ani yang berjanji akan menunggu waktu yang tepat. Mak Datok Hitam berperan bahwa laki-laki harus menaruh belas kasihan terhadap isteri. Mamak datok Hitam berpendapat bahwa laki-laki lupa dengan perasaan perempuan, seperti orang bangsawan yang menganiaya kaum perempuan dan orang tua yang ingin beristeri muda.


Durkana menceritakan kepada keluarga yang nantinya ia akan menjadi suaminya dan pernikahan itu tidak diputuskan.



 


Cinta Yang Membawa Maut

Pengarang       : Nur Sutan Iskandar & Abdoel Ager
Penerbit           : Balai Pustaka 
  Tempat Terbit  : 1926



Sinopsis


Dahlan dan Syamsiar adalah sahabat yang diam – diam menyimpan rasa cinta dan kasih sayang mereka di hati masing – masing. Namun akhirnya semua itu terungkap juga oleh keduanya. Dahlan dan Syamsiar menyembunyikan hubungan mereka dari keluarga masing – masing, yang ini menandakan bahwa Syamsiar telah melanggar adat yang ada, tak baik jika seorang gadis berjalan berdua dengan laki – laki tanpa ada orang kepercayaan yang mendampinginya. Dan setelah semuanya berjalan tiba – tiba Dahlan mendapatkan surat tugas dari Tuan Insperkur sekolah Bumiputra untuk ke Bukittinggi untuk melaksanakan ujian hulponderwijzer yang diadakan di Sekolah Raja ( Kweekschool ), sebuah ujian untuk menjadi guru bantu. Sebelum keberangkatan Dahlan Syamsiar berpesan kepada Dahlan bila sesampai di Bukittinggi hendaklah langsung mengirim surat, namun apa yang terjadi tak disangka, sesampainya disana Dahlan malah mengulur waktu untuk menulis surat karena ia percaya bahwa Syamsiar akan selalu setia menantinya dan tak akan berpaling ke laki – laki lain. Setelah mengikuti ujian itu Dahlan pun lulus dengan nilai terbaik dan nomor satu, namun tak disadari yang terjadi di Sawahlunto tempat kekasihnya bahwa Syamsiar telah dijodohkan oleh orang tuanya dengan anak Baginda Suleman yang bernama Abdullah. Perjodohan ini tak diberitahukan ke Syamsiar, bahkan pesta pernikahannya akan dilaksanakan 3 hari kedepan.


Namun meskipun begitu Syamsiar akhirnya tahu, ia menangis tak kuasa atas semua yang diketahuinya saat ini. Secepatnya ia pergi kerumah sahabatnya untuk menulis surat kepada Dahlan yang mengabarkan perjodohan ini. Syamsiar meminta Dahlan untuk segera pulang dan menolongnya lepas dari semua ini. Namun surat Syamsiar datang terlambat, semua terlambat diketahui oleh Dahlan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua dan mematuhi adatnya, ia pun menerima perjodohan ini. Syamsiar pun menikah terpaksa dengan Abdullah, namun apa hendak dikata ia tak merasa bisa mencintai suaminya itu, rasa cintanya begitu besar pada Dahlan. Setelah itu beberapa hari kemudian Dahlan kembali ke Sawahlunto dan menemui Syamsiar secara diam – diam. Tetapi setelah pertemuan itu keesokan harinya Dahlan pergi mengajar dan mendapatkan surat yang berisi Acte van bekwaamheid yang tandanya Dahlan telah berhasil dalam cita – citanya menjadi guru bantu ( hulponderwijzer ) di Kutaraja.


Beberapa bulan Dahlan di Kutaraja ia selalu saja teringat Syamsiar, begitupun Syamsiar. Semenjak Dahlan meninggalkan Sawahlunto, Syamsiar tidak pernah bahagia hidup bersama Abdullah, justru hanya Dahlan yang ada di hati dan pikirannya. Syamsiar tak mampu lagi berpikir, semuanya kacau balau. Ia telah berusaha menjadi istri yang baik untuk Abdullah namun apapun yang dilakukannya tak pernah bisa membuatnya nyaman tinggal dan hidup bersama Abdullah. Semakin Syamsiar mencoba untuk mencintai Abdullah, semakin ia teringat pada Dahlan yang mungkin tak kan bertemu lagi di dunia ini. Beginilah hasil pernikahan yang tanpa didasari cinta dan kasih sayang, yang hanya mengandalkan adat, harta, kekuasaan orang tua terhadap anaknya dan anak yang tak mampu menolak perintah orang tuanya. Syamsiar tak bahagia hidup bergelimang harta, ia merindukan saat – saat bersama Dahlan yang sederhana namun mampu menjaga cinta kasih sayangnya.


Dahlan pun yang jauh di Kutaraja menderita sakit dan harus berulang – ulang pergi ke dokter. Dahlan yang selalu memikirkan Syamsiarpun tak tahu harus bagaimana lagi. Ia menyesal mengapa dulu tak ia katakan langsung apa maksud hati yang dikehendaki kepada orang tua Syamsiar. Andaikan waktu itu Dahlan sampaikan niatnya mungkin sekarang tak akan seperti ini. Penyesalan selalu datang pada akhirnya jika semuanya telah hilang dan lenyap dari genggaman. Dahlanpun akhirnya meninggal dunia karena sakitnya itu, dan Syamsiar pun bunuh diri karena tak kuat menahan rasa sayang dan rindu kepada Dahlan. Sejak saat itu orang tua Syamsiar merasa telah menyesal menjodohkan anaknya dengan lelaki yang tak pernah dicintai anaknya. Karena sangat berduka cita atas meninggalnya Syamsiar akhirnya kedua orang tua Syamsiar meninggal dunia, Baginda Suleman pun meninggal dunia juga karena tak tahan melihat semua ini. Abdullah yang hampir gila selama bertahun – tahun karena kehilangan istrinya akhirnya menikah kembali dengan perempuan yang tulus mencintainya.





DARAH MUDA

Pengarang       : Adinegoro
Penerbit          : Balai Pustaka
Tema Cerita    : Kisah perkawinan dua adat dan suku yang berbeda, antara seorang pemuda Minangkabau dengan perawan sunda.



Sinopsis


Setelah lulus dari sekolah kedokterannya, Nurdin disuruh oleh Orang tuanya untuk kembali ke Padang ( Bukit Tinggi ). Dikarenakan orang tuanya sudah sangat rindu untuk ingin bertemu. Di perjalanan, Nurdin berkenalan dengan seorang gadis Priangan yang bernama Rukmini. Rupanya, ia hendak menjenguk ibunya di Bengkulu. Rukmini adalah seorang guru sekolah rendah.


Sepulangnya dari Padang, Nurdin bekerja di CBZ daerah Jakarta. Kurang dari setahun dia bekerja di situ. Lalu, dia dipindah tugaskan ke Bukit Tinggi,. Sampai di Bukit Tinggi, Nurdin oleh Ibunya hendak dikawainkan dengan gadis sedaerahnya atas pilihan Ibunya. Namun, Nurdin menolak tawaran itu, sebab dia sudah terpaut dengan Rukmini, gadis Priangan itu.


Rupanya, tidak lama berselang. Dia bertemu lagi dengan Rukmini di Padang, yaitu ketika Rukmini sedang berusaha mencari tempat pengajar pada sebuah sekolah partikelir di Padang tersebut.


Di suatu hari Nurdin pulang ke Bukit Tinggi. Dia bertemu lagi dengan Rukmini dalam kereta api yang ditumpanginya. Pada waktu itu, Rukmini sedang menjenguk Ibunya yang sedang sakit di Bukit Tinggi. Ibu Rukmini ternyata diobati oleh Nurdin, sehingga hubungan kedua anak muda itu semakin dekat dan semakin akrab. Namun, Ibu Nurdin tidak menyetujui hubungan Mereka. Setelah terjadi perselisihan paham dan perdebatan yang panjang antara Nurdin dan Ibunya tentang masalah jodoh dan kawin paksa serta poligami. Akhirnya, walaupun hanya dengan setengah hati Ibunya Nurdin memperbolehkan mereka untuk menikah. Akan tetapi, walaupun Ibu Nurdin telah merestui mereka dengan setengah hati itu, rupanya pernikahan antara kedua anak muda itu gagal.


Kegagalan itu disebabkan oleh masalah adat-istiadat tata cara lamar-melamar. Sebagai orang minang, secara adat Ibu Nurdin ingin agar ppihak perempuan yang harus meminang pihak pria. Sebaliknya, menurut Rukmini. Dimana menurut adadt sunda yang melamar itu seharusnya pihak pria. Nah, disini letak kedua belah pihak sama-sama ngotot mempertahankan adat istiadat masing-masing. Akibatnya karena tidak ada kata sepakat, mamka mereka tidak jadi menikah pada waktu itu.


Akibat kenyataan itu, kenyataan Rukmini yang tidak mau mengalah dan sekaligus dia tidak begitu setuju Nurdin menikah dengan gadis luar masyarakat Minang. Maka, ibu Nurdin selanjutnya mulai melaksanakan niatnya unntuk merenggangkan hubungan antara Nurdin dengan Rukmini. Dia kemudian menyebar isu kepada keluarga Rukmini, bahwa Nurdin akan segera nikah dengan gadis sedaerahnya atau gadis Minang dalam waktu dekat.


Rupanya ada seorang pria yang akan mengambil kesempatan dalam kesempitan ini, dia bernama Harun. Harun secara terang-terangan langsung melamar Rukmini, sambil membawa isu bahwa Nurdin akan segera menikah. Tidak hanya sebatas itu usaha Harun, karena ternyata lamaran dan cintanya sama Rukmini .Dia kemudian menyuruh Gapur, temannya agar mencuri foto Rukmini. Maksud pencurian foto itu tidak lain agar Nurdin curiga dan cemburu. Caranya dia pura-pura sakit. Foto Rukmini dia taaruh di meja kamarnya. Kemudian, dia panggil Nurdin agar mengobatinya. Rupanya siasat Harun ini cukup sukses, sebab sewaktu Nurdin mengobati Harun di kamarnya itu dia melihat foto Rukmini yang terpampang dengan cantik di kamar Harun. Nurdin langsung cemburu dan curiga. Dia curuiga kepada Rukmini, bahwa benar Rukmini telah berpaling darinya dan mendapat pemuda baru yang bernama Harun itu. Hasilnya, Nurdin langsung memutuskan tali kasihnya dengan Rukmini.


Putusnya tali kasih Nurdin dengan Rukmini tidak hanya Harun yang senang, terlebih ibunya Nurdin. Dia semakin sayang kepada Nurdin yang memang terlihat jelas sudah renggang dengan Rukmini. Namun, kegembiraan ibu Nurdin ini tidak lama, sebab tidak lama kemudian rupanya Nurdin jatuh sakit akibat kenyataan itu. Melihat kenyataan itu, ibui Nurdin sangat menyesal telah berbuat demikian. Penyesalannya itu, dia utarakan sendiri kepada Nurdin.


Sewaktu Nurdin sakit, Nurdin minta agar Rukmini bersedia menengoknya dan sekaligus dia hendak minta maaf atas kesalahan pada Rukmini. Rukmini memenuhi permintaan Nurdin itu, dia langsung datang ke Padang menjenguk Nurdin. Dan pada saat itu, Rukmini menyerahkan buku hariannya kepada Nurdin. Buku harian tersebut berisi tentang bagaimana besarnya cinta Rukmini kepada Nurdin. Nurdin menjadi terharu setelah membaca buku harian Rukmini tersebut. Hati dan pikirannya langsung terbuka, sebab ternyata Nurdin sembuh.Nurdin langsung menikah dengan Rukmini. Akhirnya, jadilah mereka sebuah keluarga yang bahagia. 




Asmara Djaya

Judul Buku             : Asmara Djaya 
Nama pengarang  : Adinegoro (1927) 



Perkawinan Nuraini dan Rustam di Padang, berlangsung tanpa kehadiran pengantin pria. Rustam sebenarnya sudah beristri, seorang gadis sunda bernama dirsinah mereka kini tinggal di bandung oleh karena itulah, Nuraini, bersama ibunya dan orang tua Rustam, berangkat ke Bandung hendak menemui Rustam. Sebenarnya, Nuraini sama sekali belum mengenal suaminya. Namun, ia berharap agar semuanya dapat berjalan lancar dan Rustam mau mengikuti hendaknya.Sementara Nuraini dalam perjalanan, Rustam dan istri pertamanya di bandung sedang dalam kesusahan. Anak mereka yang baru berumur ½ tahun, meninggal. Dirsinah sendiri waktu itu sedang mengandung 3 bulan. Itulah yang menyebabkan Rustam makin menyayangi istrinya itu, sungguhpun menurut adat yang berlaku, ia mesti menceraikan Dirsinah karena bukan berasal dari anak sesuku. Dengan kata lain, Rustam telah melanggar adat.”, engkau kami besarkan di asuh ke sekolah, dan setelah besar, tak mau lagi mendengar kata, sudah pandai mencari-cari sendiri, tak bertanya-tanya kepada orang tua lagi dan sebagainya; padahal di rumah Putri mana yang takkan dapat, orang baik mana yang takada yang menjemput, yang bagus ada, yang manis ada, yang bersekolah pun ada, yang tidak sekolah jangan dikata lagi hanya tinggal memilih saja.” Begitulah Rustam dikecam ayahnya. Sungguh pun demikian, hati Rustam tetap bulat. Ia akan hanya mencintai istrinya, Dirsinah yang berasal dari garut dengan demikian, betapapun dia dipaksa mengawini Nuraini atau betapapun orang tua bersama istri keduanya itu akan datang ke Bandung, Rustam tidaklah terlalu memusingkan benar. Itu pula sebabnya ketika rombongan dari Padang itu datang, Rustam dengan berhati menolak kedatangan mereka sadar bahwa dirsina dalam keadaan sakit. Di samping itu ia merasa tak pantas menerima istri keduanya serta orang tuanya, sementara ia dan dirsinah masih diliputi duka nestapa karena tiga hari yang lalu ditinggal meninggal anak pertamanya. Setelah terjadi pertengkaran antara Rustam dan ayahnya rombongan dari padang itu pun kemudian terpaksa menginap di rumah teman sejawat Rustam.Selepas orang tua Rustam dan Nuraini pergi, dirsina memang sedang sakit, pingsan. Rustam terpaksa meminta tolong kepada seorang dokter dan nyonya merman, seorang belanda yang menjadi tetangganya. Keadaan tersebut membuatnya putus asa. Ia berusaha bunuh diri namun gagal, karena pertolongan nyonya Meerrman tidak beberapa lama kemudian, datang pula ibu Nuraini yang bermaksud menjernihkan persoalannya dari pembicaraan antara ibu Nuraini dan nyonya Meerrman, akhirnya di sepakati cara penyelesaiaan terbaik bagi Rustam dan pihak Nuraini, yaitu keduanya sebaiknya menggingat di antara keduanya tidak terdapat perasaan saling mencintai. Merekapun bercerai tanpa sepengetahuan ayah Rustam. Berbeda pada pihak keluarga Nuraini, ayah Rustam masih tetap menginginkan anaknya segera menceraikan dirsinah untuk kemudian hidup bersama Nuraini. Tentu saja pikiran ayahnya itu sama sekali tak dapat di terima Rustam. Kemudian atas nasihat nyonya nerman, Rustam dan Dirsinah berlibur keluar kota, sementara Nuraini dan ibunya tinggal di rumah nyonya belanja itu. Belakangan, Rustam mencoba menjelaskan duduk persoaalanya kepada Nuraini lewat surat yang di tulisnya dengan sangat hati-hati. “....bahwa Nuraini ialah seorang gadis yang terpelajar dan tentulah tiada mau diperbuat seperti perempuan biasa, yaini dipakai sebagai istri yang kedua. Pada masa sekarang ini polygami itu (beristri lebih dari 1 orang) tiada di lazimkan orang laki, terkecualim kalau ia tidak masuk kaum kemajuan.” Begitulah antara lain surat Rustam yang dikirim untuk Nuraini yang ternyata dapat juga dimaklumi oleh Nuraini.Selanjutnya dengan tulus iklas, Rustam minta maaf dan mohon pengertian ayahnya mengenai persoalan yang di hadapi dirinya dan terutama yang menyangkut keaadaan dirsinah. di luar dugaan, ayah Rustam juga dapat mengerti kesulitan anak nya itu. Ia juga menyetujui apa yang di lakukan Rustam dan berjanjui tidakl akan mengganggu kebahagian rumah tangga anaknya itu.Esok harinya, ayah Rustam kembali ke Padang. Namun, Nuraini untuk sementara tetap tinggal di Bandung. Kelanjutanya tidak diketahui apakah Nuraini tetap tinggal di Bandung atau kembali ke Padang. Yang jelas, Rustam dan dirsinah meninggalkan Bandung untuk berliburselama satu bulan; entah pergi kemana.

Tidak ada komentar: